Pages

Monday, July 12, 2010

Nasehat Ulama Bagi Penuntut Ilmu

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Tidaklah sampai kepadaku suatu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melainkan aku pasti beramal dengannya.”

Amr bin Qais al-Mala’i rahimahullah berkata, “Apabila sampai kepadamu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beramallah dengannya meskipun hanya sekali agar kamu termasuk penganutnya.” Syaikh Abdurrazzaq berkata, “Maksud ucapan beliau; beramallah dengannya meskipun hanya sekali, adalah dalam perkara sunnah dan amalan yang dianjurkan sedangkan dalam perkara wajib maka tidak cukup mengamalkannya sekali kemudian bisa disebut sebagai penganutnya.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal karya Syaikh Dr. Abdurrazzaq al-Badr, hal. 27)

Jangan tertipu dengan amalmu!


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah tatkala Ibrahim membangun pondasi Ka’bah dan juga Isma’il, mereka berdua berdoa; ‘Wahai Rabb kami terimalah amal kami’.” (QS. al-Baqarah: 127). Wuhaib bin al-Ward rahimahullah ketika membaca ayat ini maka ia pun menangis dan berkata, “Wahai kekasih ar-Rahman! Engkau bersusah payah mendirikan pondasi rumah ar-Rahman, meskipun demikian engkau merasa khawatir amalmu tidak diterima!” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 17)

Jadilah contoh yang baik!

Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Sesungguhnya seorang alim/ahli ilmu apabila tidak mengamalkan ilmunya maka nasehatnya akan luntur dari hati sebagaimana aliran air hujan yang melintasi bongkahan batu.” al-Ma’mun pernah berkata, “Kami lebih membutuhkan nasehat dengan perbuatan daripada nasehat dengan ucapan.” Syaikh Abdurrazzaq menceritakan: Suatu saat aku mengunjungi salah seorang bapak yang rajin beribadah di suatu masjid yang dia biasa sholat di sana. Beliau adalah orang yang sangat rajin beribadah. Ketika itu dia sedang duduk di masjid -menunggu tibanya waktu sholat setelah sholat sebelumnya- maka akupun mengucapkan salam kepadanya dan berbincang-bincang dengannya. Aku pun berkata kepadanya, “Masya Allah, di daerah kalian ini banyak terdapat para penuntut ilmu.” Dia berkata, “Daerah kami ini!”. Kukatakan, “Iya benar, di daerah kalian ini masya Allah banyak penuntut ilmu.” Dia berkata, “Daerah kami ini!”. Dia mengulangi perkataannya kepadaku dengan nada mengingkari. “Daerah kami ini?!”. Kukatakan, “Iya, benar.” Maka dia berkata, “Wahai puteraku! Orang yang tidak menjaga sholat berjama’ah tidak layak disebut sebagai seorang penuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 36-37). Alangkah benar perkataan bapak tua tersebut, Ibnu Umar mengatakan, “Dahulu kami -para sahabat- apabila tidak menjumpai seseorang pada jama’ah sholat subuh dan isyak maka kamipun menaruh prasangka buruk kepadanya -jangan-jangan dia munafik, pent-.” (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dll, lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 37).

Bukankah tolabul ilmi amalan yang utama?

Abdullah bin al-Mu’taz rahimahullah berkata, “Ilmu seorang munafik itu terletak pada ucapannya, sedangkan ilmunya seorang mukmin terletak pada amalnya.” Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan kau tinggalkan menuntut ilmu dengan alasan beramal, dan jangan kau tinggalkan amal dengan alasan menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45).

Ya Allah, jadikanlah ilmu kami hujjah untuk membela kami, bukan hujjah yang menjatuhkan kami….

sumber : http://abumushlih.com/nasehat-ulama-bagi-penuntut-ilmu.html/#more-1846 

Monday, July 5, 2010

Ciri - Ciri Ahlussunnah

1. Ahlussunnah dalam menjalankan agama hanya berdasar pada Al Kitab dan assunnah. Cirinya yaitu dengan mendahulukan apa yang difirmankan Allah atas ucapan seluruh manusia, dan mendahulukan petunjuk Rasulullah atas seluruh petunjuk lainnya serta mengikuti jejak beliau secara lahir dan bathin. Banyak sekali kok ayat dan hadist yang menyatakan tentang masalah ini.

2. Ahlussunnah dalam memahami agama (al-Qur''an dan Hadist) hanya berdasarkan pemahaman para salafush shalih bukan atas pemahaman nafsu golongan atau pribadi. Semua dikembalikan kepada pemahaman mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim Al Jauziah (kamu tahu khan siapa beliau ? Ulama besar murid terkasih Ibnu Taimiyah !Umat bilang beliau seorang dokter hati) berkata, Sesungguhnya pengambilan dalil yang terbaik atas makna ayat-ayat Al Qur''an adalah dengan cara mengambil apa yang telah diriwayatkan oleh orang-orang tsiqat (terpercaya) dari Rasulullah kemudian mengikuti apa-apa yang telah dijelaskan oleh para sahabat, tabi''in dan Aimatul Huda (para imam).

3. Dakwah ahlussunnah adalah dakwah yang gampang dan mudah, ia dapat diterima siapa saja dan dimana saja, dengan mendasarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah dan dilaksanakan para sahabat. Coba lihat sabda baginda Rasulullah, Sesungguhnya dien (agama) ini mudah, tidaklah sesorang itu berlebihan dalam menjalankan agama melainkan pasti akan kesulitan sendiri. (HR. Bukhari). Dengan berdasar pada sabda baginda ini ahlussunnah hanya menjalankan apa yang diajarkan Rasuullah dengan tanpa menambah atau menguranginya (berlebihan). Ajaran inilah yang merupakan ajaran paling gampang dan mudah dilaksanakan serta sesuai dengan fitrah manusia. Semuanya bersih dari kesemrawutan, berlebihan atau menyepelekan. Ahlussunnah selalu berada di tengah-tengah yaitu tidak berlebihan dan tidak pula menyepelekan.

Mengamalkan seluruh ajaran agama ini dan beristiqamah di dalamnya baik berupa aqidah, pemikiran, akhlak, ucapan, dan semuanya. Selalu berusaha menentang dan menjauhi setiap apa yang tidak sesuai dengan apa-apa yang dipahami oleh para salafush shalih.

Berdakwah kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan faktor-faktor tertentu atau tingkatan-tingkatan manusia. Jadi ahlussunnah bukanlah dakwah golongan tapi dakwah finaas bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali, sebagaimana firman Allah dalam surat Saba'' : 38 berikut ini,

Dan kami tidak mengutus kamu melainkan untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.(Saba'' :38)

Nah, dari semua yang sudah dijelaskan di atas tentunya sekarang antum sudah bisa mengenali siapa ahlussunnah itu. Banyak orang yang mungkin akan mengatakan ahlussunnah sebagai orang yang fanatik, kolot, ketinggalan jaman, fundamentalis, ortodoks dsb... mungkin bisa dijawab, Ya memang... karena ahlussunnah akan selalu berusaha menjalankan agama ini sebaik-baiknya dalam seluruh segi kehidupan. Ahlussunnah paling anti maksiat dan paling getol ketaqwaan....ia tidak takut apapun kecuali hanya takut kepada Allah semata.

Padahal kalau kita mau belajar yang namanya kata-kata fanatik, kolot, ketinggalan jaman, fundamentalis atau yang lainnya itu nggak ada di dalam islam. Islam sudah jelas menyuruh manusia menjalankan setiap detik hidupnya untuk beribadah (dalam arti luas). Dengan demikian artinya mau tidak mau umat islam harus menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Nah kalau kita mau menjalankan setiap perintah kemudian dibilang seperti itu, bagaimana ? kita beragama mau menjalankan yang mana ? Ada orang rajin shalat jama''ah dibilang fanatik, nggak mau jabat tangan cowok-cewek fanatik, nggak mau ke bioskop fanatik. Nah terus bagaimana yang nggak fanatik ? Jelas sekali memang semua itu nggak dibolehkan dalam islam... apakah kita mau menjalankan syari''at terus malah dibilang fanatik. Apa ini rasional ?


(Sumber: As Sunnah edisi 10/I/1415-1994; Hal. 29-30) 
 
kopas dari pesan di inbox facebook dari group IPMB

Friday, June 11, 2010

Bolehkah Copy dan Install Software Bajakan?

Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya:
Saya bekerja di bidang komputer, saya biasa mengcopy dan menginstall program untuk dapat dijalankan. Hal itu saya lakukan tanpa membeli CD yang berisi program asli.
Perlu diketahui, pada CD tersebut terdapat peringatan yang menyebutkan: “Hak Cipta Dilindungi, yang menyerupai istilah yang tertulis dalam buku: “All Rights Reserved” (Semua Hak Cipta Dilindungi).”
Pemilik program ini bisa seorang muslim dan bisa juga kafir. Pertanyaan saya, apakah boleh mengcopy (atau install) dengan cara seperti ini atau tidak?

Jawaban:
Tidak boleh mengcopy (install) program yang pemegang hak ciptanya melarang, kecuali dengan se-izin mereka. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Artinya: “Kaum muslimin itu berpegang pada persyaratan mereka”. (1)
Juga sabda beliau yang lain:
Artinya: “Tidak dihalalkan harta seorang muslimin kecuali yang diberikan dari ketulusan hatinya yang dalam.” (2)
Demikian juga dengan sabda beliau.
Artinya: “Barangsiapa yang lebih dulu pada suatu hal yang mubah, maka dialah yang paling berhak terhadapnya.”
Baik pemegang hak cipta program itu seorang muslim maupun kafir yang bukan harbi (orang kafir yang tidak boleh diperangi), karena hak orang kafir yang bukan harbi harus juga dihormati, sebagaimana halnya dengan haq orang muslim.
Wabillaahit Taufiq.
Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
_________
Foote Note
:
(1). HR. Al-Bukhari dalam kitab As-Sunan Al-Kubra VII/248, Abdurrazzak dalam Mushannaf-nya VIII/377, Al-Hakim II/57 nomor 2309, Ad-Daraquthni II/606 nomor 2845, Abu Dawud 3594. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaa’ul Ghaliil V/142 nomor 1303.
(2). HR. Al-Baihaqi dalam kitab Sunnannya VIII/182, Ahmad V/276, nomor 15488, Ad-Daraquthni II/602 nomor 2849-2850, Abu Ya’la III/140 nomor 1570. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaa’ul Ghaliil nomor 1459
Sumber: almanhaj.or.id
Dipublikasikan oleh: konsultasisyariah.com

TAHUKAH ANDA SIAPA PEREMPUAN ITU??? (Info Penting bagi Lelaki)

TAHUKAH ANDA SIAPA PEREMPUAN ITU???
(Info Penting bagi Lelaki)


Dia yang diambil dari tulang rusuk. Jika Allah mempersatukan dua orang yang berlawanan sifatnya, maka itu akan menjadi saling melengkapi.

Dialah penolongmu yang sepadan, bukan sparing partner yang sepadan.

Ketika pertandingan dimulai, dia tidak berhadapan denganmu untuk melawanmu. Tetapi dia akan berada bersamamu untuk berjaga-jaga di belakang saat engkau berada di depan atau segera mengembalikan bola ketika bola itu terlewat olehmu. Dialah yang akan menutupi kekuranganmu.

Dia ada untuk melengkapi yang tak ada dalam laki-laki: perasaan, emosi, kelamahlembutan, keluwesan, keindahan, kecantikan, rahim untuk melahirkan, mengurusi hal-hal sepele …. hingga ketika laki-laki tidak mengerti hal-hal itu, dialah yang akan menyelesaikan bagiannya …. sehingga tanpa kau sadari ketika engkau menjalankan sisa hidupmu … kau menjadi lebih kuat karena kehadirannya di sisimu.

Jika ada makhluk yang sangat bertolak belakang, kontras dengan lelaki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukkan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan.

Dia tidak butuh argumentasi hebat dari seorang laki-laki …. tetapi dia butuh jaminan rasa aman darinya karena dia ada untuk dilindungi … tidak hanya secara fisik tetapi juga emosi.
Dia tidak tertarik kepada fakta-fakta yang akurat. Bahasa yang teliti dan logis yang bias disampaikan secara detail dari seorang laki-laki. Tetapi yang dia butuhkan adalah perhatiannya … Kata-kata yang lembut … Ungkapan-ungkapan saying yang sepele … Namun, baginya sangat berarti … hingga membuetnya aman di dekatmu…

Batu yang keras dapat terkikis habis oleh air yang luwes. Sifat laki-laki yang keras ternetralisir oleh kelembutan perempuan. Rumput yang lembut tidak mudah tumbang oleh badai dibandingkan dengan pohon yang besar dan rindang… Seperti juga di dalam kelembutannya, di situlah terletak kekuatan dan ketahanan yang membuatnya bisa bertahan dalam situasi apapun.

Dia lembut bukan untuk diinjak. Rumput yang lembut akan dinaungi oleh pohon yang kokoh dan rindang. Jika lelaki berpikir tentang perasaan wanita, itu sepersekian dari hidupnya. Namun, jika perempuan berpikir tentang perasaan lelaki, hal itu akan menyita seluruh hidupnya.

Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Karena perempuan adalah bagian dari laki-laki. Apa yang menjadi bagian dari hidupnya, akan menjadi bagian dari hidupmu. Keluarganya akan menjadi keluarga barumu. Keluargamu pun akan menjadi keluarganya juga. Sekalipun ia jauh dari keluarganya, namun ikatan emosi kepada keluarganya tetap ada karena dia lahir dan dibesarkan disana. Karena mereka, dia menjadi seperti sekarang ini. Perasaannya terhadap keluarganya, akan menjadi bagian dari perasaanmu juga. Karena kau dan dia adalah satu bagian. Dia adalah dirimu yang tak ada sebelumnya. Ketika pertandingan dimulai, pastikan dia ada di bagian lapangan yang sama denganmu.

(Ya Allah, Aku tak Ingin Sendiri! hal:197)
 
dikopas dari : http://www.facebook.com/?ref=home#!/notes/sarsons-superhik/tahukah-anda-siapa-perempuan-itu-info-penting-bagi-lelaki/10150193450760022

Sunday, April 4, 2010

MELURUSKAN PEMAHAMAN AL-WALA' DAN AL-BARA' [SEBUAH KOREKSI LOYALITAS SEORANG MUSLIM] Bag. II

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita membunuh kaum kuffar yang sedang terikat perjanjian. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

"(barang siapa yang membunuh orang kafir yang sedang dalam perjanjian, maka tidak akan mencium aroma surga)", padahal kaum kuffar ini sangat membenci kita, sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir".[al-Mumtahanah/60:2].

"Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyirikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian".[at-Taubah/9:8]

"Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata:"Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):"Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya" [Ali Imrân/3 : 119-120].

"Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik".[al-Mâidah/5:82].

"Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabb-mu" [al-Baqarah/2:105].

Pemberitaan Allah Azza wa Jalla ini terlihat nyata dalam perlakuan mereka saat ini terhadap kaum Muslimin, yaitu berupa pembunuhan, pengusiran, penyiksaan, penghancuran terhadap negara mereka dengan tanpa perasaan dan kasih sama sekali.[3]

Meski demikian, ketika kaum Muslimin berada pada posisi di atas, mereka tidak akan membalas dengan perlakuan serupa, sebagai realisasi dari ajaran agama mereka yang lurus. Lantas, bagaimana mungkin dikatakan "Islam itu agama teror dan biadab?" Dan dakwah perbaikan dalam Islam, seperti dakwah Syaikhul-Islam Ibnu taimiyyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab, dan dakwah perbaikan lainnya adalah dakwah teroris?

Perkataan ini tidak lain hanyalah memutarbalikkan fakta dan membuat kerancuan di tengah umat. (Karena) sebenarnya teror dan biadab merupakan perlakuan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin, saat mereka berkuasa.

Al-wala` dan al-bara` dalam Islam tidak berarti teror dan berbuat zhalim terhadap pemeluk agama samawi. Namun hanya berarti memerangi musuh-musuh Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang" [Mumtahanah/60 ayat 1]- supaya ada garis pembeda antara muslim dan kafir, sehingga seorang muslim terjaga keislaman dan aqidahnya, serta merasa bangga dengan agamanya. Allah berfirman :

"Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman" [Ali 'Imrân/3:139].

"Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga" [Al-Hasyr/59 : 20].

"Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan". [al-Mâidah/5 : 100].

"Patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah kamu mengambil keputusan" [al-Qalam/68 : 35-36].

"Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?" [Shâd/38 : 28]

Jadi seseorang harus bangga dengan keislamannya. Kepribadiaanya tidak boleh bercampur aduk dengan yang tidak muslim. Dia harus mengatakan:

"Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku" [al-Kâfirûn/109 : 6]

Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan, dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan (Qs Yûnus/10 : 41),

Oleh karena itu, seorang muslim dilarang menyerupai non muslim. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"(barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum itu)", karena menyerupai mereka secara fisik menunjukkan adanya kecintaan hati kepada mereka.

Jadi al-wala` wal-bara` bukan bermakna teror dan berlaku zhalim. Seorang muslim mendakwahi manusia dengan amal perbuatan sebelum berdakwah dengan lisan. Dakwah dengan lisan dengan cara hikmah, peringatan yang baik, dan debat dengan cara yang terbaik. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla memerintahkan hal itu kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga kepada Nabi Musa dan Harun Alaihissalam ketika mereka diutus kepada Fir’aun. Allah berfirman, yang artinya: Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. [Thâha/20 : 44]

Seorang muslim, meskipun membenci orang-orang kafir karena agama mereka, namun ia tetap menghiasi diri dengan akhlak luhur, pergaulan yang bagus, adil terhadap kaum Muslimin ataupun non muslim, baik dengan perkataan maupun tindakan.

Allah Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: "Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil" [al-An’âm/6 : 152]
.
"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu". [an-Nahl/16 : 126]
.
Demikianlah, kita memohon kepada Allah agar Dia menunjukkan kepada kita kebenaran itu sebagai sebuah kebenaran dan memberikan kekuatan untuk mengikutinya, serta menunjukkan kepada kita kebathilan itu sebagai sebuah kebathilan dan memberikan kekuatan untuk menjauhinya.

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ

[Diterjemahkan dari kitab Al-Bayan Li Akhthai Ba'dhil Kuttab, cetakan Darubnil-Jauzi (2/160-164]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

almanhaj.or.id
________
Footnote
[1]. Al-Wala berarti kecintaan, kesetiakawanan, loyalitas, pembelaan dan makna senada lainnya, red
[2]. Al-Bara.artinya berlepas diri, melakukan permusuhan dan memberikan kebencian, red
[3]. Semoga Allah Azza wa Jalla segera memberikan balasan yang stimpal terhadap mereka, -red

sumber : message group IPMB Facebook

MELURUSKAN PEMAHAMAN AL-WALA' DAN AL-BARA' [SEBUAH KOREKSI LOYALITAS SEORANG MUSLIM] Bag. I

Oleh Syaikh Shâlih Fauzân bin Abdillâh Al Fauzân:


Allah Azza wa Jalla mewajibkan kita agar memiliki al-wala` kepada kaum Muslimin, dan al-bara` terhadap orang-orang kafir.

Allah berfirman :
"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya (wali yang ditaati), maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang".[al-Mâidah/5:55-56]

"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah dia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka" [Ali 'Imrân/3:28]

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja". [al-Mumtahanah/60:4].

"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah Rabb) yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku". Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu". [az-Zukhrûf/43:26-28].

"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang, yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah". [al-Mujâdilah/58:22].

Al-wala` (loyalitas) dan al-bara` (berlepas diri) ini telah ditetapkan dalam Al-Qur’ân, as-Sunnah dan Ijma’. Masalah ini sudah disyariatkan sebelum ada perintah berjihad, yaitu saat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berada di Mekkah. Al-wala` dan al-bara` tetap wajib, baik dalam kondisi aman maupun perang. Ia bukan sesuatu yang baru.

Kami menyampaikan permasalahan ini supaya diingat terus dan untuk menjelaskan kerancuan dalam memahaminya. Karena sebagian orang yang melampaui batas, yang berjalan di atas pemikiran Khawarij memahami ‘adâwah (permusuhan), barâ’ah (berlepas diri), dan kebencian kepada orang-orang kafir memiliki konsekwensi, (yaitu) haramnya bergaul dengan orang-orang kafir.

Mereka tidak mengetahui bahwa yang dimaksud adalah berlepas diri dari agama mereka. Dalam artian tidak mencintai mereka. Maksudnya bukan tidak boleh bergaul dengan mereka dalam masalah yang dibolehkan Islam, ataupun menzhalimi mereka dengan menghancurkan rumah-rumah mereka, membunuh mereka yang berada dalam jaminan keamanan, membunuh anak-anak, kaum wanita atau juga memusnahkan harta benda mereka. Lalu ini disebut jihad.

Sedangkan sebagian lainnya mengira, kebencian dan berlepas diri dari orang-orang kafir merupakan teror dan kezhaliman kepada mereka. Sebagaimana hal ini terungkap dalam berbagai dialog maupun tulisan di sebagian media massa. Kemudian anggapan keliru ini dimanfaat oleh orang-orang kafir dan orang munafik. Mereka mengatakan, agama Islam itu agama teror dan buas?!

Kami (Syaikh Shalih Fauzan) mengatakan kepada kelompok pertama dan kedua, bahwa Islam merupakan agama rahmat bagi pemeluknya, dan agama yang mengajarkan keadilan dan pemenuhan janji kepada para musuhnya.

Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya" [al-Mâidah/5:2].

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah" [al-Mâidah/5:8].

Jadi dinul-Islam ini, meskipun memerintahkan agar memusuhi orang-orang kafir karena agama mereka, supaya ajaran mereka tidak ada yang menelusup ke tengah kaum Muslimin, dan ini untuk menutup celah, namun Islam mengharamkan berbuat zhalim terhadap mereka tanpa alasan yang haq. Islam menghormati hak-hak orang-orang kafir mu’ahad (yang sedang dalam perjanjian damai), dzimmi (orang-orang kafir yang tinggal di tengah komunitas muslim dengan membayar pajak), musta’man (orang kafir yang mendapatkan suaka). Islam mengharamkan darah dan harta benda mereka. Islam juga memberikan hak-hak dan kewajiban yang sama kepada mereka, sebagaimana hak dan kewajiban kaum Muslimin.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya".[an-Nahl/16:91].

"dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya". [al-Isrâ’/17:34].

"kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian (dengan mereka), dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa".[at-Taubah/9:4].

'Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu 'anhu menceritakan, ketika ia diutus oleh Nabi Shallallahu 'alaihi w sallam ke penduduk Khaibar untuk menaksir atau menghitung dengan perkiraan hasil buah-buahan agar menjadi pijakan pemungutan pajak dari Yahudi, lalu ada orang Yahudi yang hendak menyuap agar ia ('Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu 'anhu ) meringankan mereka.

Menerima perlakuan ini, beliau berkata: "Wahai kawan-kawan (dari kaum yang dirubah menjadi, Red.) kera! Kalian adalah orang yang paling aku benci di dunia ini, namun kebencianku tidak membuaku berlaku zhalim terhadap kalian.”

Orang-orang Yahudi (itupun) menimpalinya: "Dengan inilah, langit dan bumi menjadi tegak.”

Begitu juga tidak ada larangan melakukan akad jual beli atau sewa-menyewa dengan orang-orang kafir. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membeli makanan untuk keluarga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dari seorang Yahudi. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan makanan mereka, dan menghadiri undangan mereka. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengadakan perjanjian damai dengan orang-orang kafir, seperti perjanjian Hudaibiyah dengan orang-orang musyrik, perjanjian damai dengan orang Yahudi di Madinah, perjanjian dengan kaum Nashara di Najran. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar berlaku baik kepada tetangga dan para tawanan. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan".[al-Insân/76:8].

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memenuhi perjanjian bersama mereka, dan Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada seorang anak untuk berbuat baik kepada orang tuanya yang kafir. Allah Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: "Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku",[Luqman/31:15].

Bahkan dalam keadaan hendak memerangi mereka pun, sebelum menyerang, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar mendakwahi mereka, melarang membunuh orang tua, para pendeta, anak-anak dan kaum wanita, dan juga melarang melakukan perusakan. Adakah perlakuan kepada musuh yang lebih baik dan lebih indah dari perbuatan ini?

sumber : message group IPMB Facebook

Friday, March 12, 2010

Fatwa Syaikh Al-Albany tentang Nasyid

Berkata Syaikh dalam kitabnya “Tahrim Alatuth Tharb (Haramnya Alat-Alat Musik)” :

“Telah jelas pada fasal ketujuh tentang apa-apa saja yang boleh dilagukan (dibaguskan suara) dari syi’ir dan apa-apa saja yang tidak boleh. Sebagaimana telah jelas pada (penjelasan) sebelumnya tentang haramnya alat-alat musik, semuanya kecuali duf pada hari 'ied dan pengantinan, untuk wanita saja.

Dan pada fasal yang terakhir ini (di jelaskan.–pent.) bahwasanya tidaklah boleh bertaqarrub kepada Allah kecuali sesuai dengan apa yang Allah syari’atkan. Maka bagaimana boleh bertaqarrub kepada-Nya dengan apa-apa yang di haramkan ?. Oleh karena itulah, para ulama mengharamkan ghina` Shufiyyah. Dan pengingkaran mereka lebih keras lagi terhadap orang-orang yang menghalalkannya. Maka apabila pembaca menghadirkan dalam benaknya ushul (pokok-pokok/prinsip-prinsip dasar) yang kuat ini (tidak bertaqarrub kepada Allah kecuali sesuai dengan syari’at Allah,-pent.) maka akan jelas baginya dengan sejelas-jelasnya bahwasanya tidak ada perbedaan dari segi hukum antara lagu-lagu (ghina`) Shufiyah dan nasyid-nasyid Ad-Diniyah.

Bahkan boleh jadi pada nasyid-nasyid ini ada bahaya/penyakit lain, yaitu nasyid-nasyid ini kadang disenandungkan dengan mengikuti senandung lagu-lagu gila dan dibuat dengan aturan-aturan (gaya-gaya) musik Timur atau Barat, yang mempesona para pendengar dan menjadikan mereka menari-nari dan mengeluarkan mereka dari kondisi mereka (yang sebenarnya,–pent.). Maka yang dimaksud (yang diinginkan) adalah lagu-lagu dan musik itu, bukan nasyid itu sendiri. Dan ini adalah merupakan penyelisihan yang baru yaitu tasyabbuh (menyerupai) terhadap orang-orang kafir dan orang-orang kurang malu.

Dan di balik itu boleh jadi akan menghasilkan penyelisihan yang lain, yaitu menyerupai mereka dalam keberpalingan mereka dari Al-Qur`an dan hijrahnya (tidak mengacuhkannya) mereka dari Al-Qur`an. Maka mereka masukl ke dalam keumuman pengaduan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dari kaumnya. Sebagaimana firman Allah :



وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا
“Berkatalah Rasul : “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an ini sebagai suatu yang tidak diacuhkan”.” (QS. Al-Furqan : 30).

Dan saya sungguh ingat dengan baik, bahwa ketika saya di Damaskus, dua tahun sebelum saya pindah ke sini (Amman) bahwasanya sebahagian pemuda muslim mulai menyenandungkan sebagian nasyid-nasyid yang memiliki makna yang selamat (dari khurafat dan kesyirikan, bid’ah maupun kefasikan,-pent.) dengan maksud menyelisihi gina orang-orang sufiah seperti Qashidah Al-Busiriyyah dan selainnya. Dan hal itu di rekam dalam kaset. Tidaklah menunggu waktu kecuali sedikit hingga nasyid-nasyid tersebut telah diiringi dengan pukulan duf (rebana). Pada awalnya mereka gunakannya pada acara walimatul ‘ursy (pesta pernikahan/pengantin) dengan alasan bahwa (duf) boleh pada acara tersebut. Kemudian mulailah kaset tersebut diperbanyak dan menyebarlah penggunaannya di kebanyakan rumah dan mulailah mereka mendengarkan nasyid-nasyid ini siang dan malam baik dengan adanya sebab-sebab tertentu (seperti acara walimatul ‘ursy,-red.) atau tanpa sebab tertentu sehingga jadilah yang demikian itu sebagai hiburan dan adat kebiasaan mereka, dan hal itu adalah dari/disebabkan oleh kemenangan hawa nafsu dan kejahilan dengan tipu daya syaithan, dimana syaithan telah memalingkan mereka perhatian terhadap Al-Qur`an dan mendengarkan pembacaannya lebih-lebih dari mempelajarinya, dan menjadikan Al-Qur`an suatu yang tidak diacuhkan lagi oleh mereka, sebagaimana dijelaskan oleh ayat yang mulia tersebut.

Ibnu Kastir berkata dalam tafsirnya : “Allah telah berfirman dalam rangka mengabarkan tentang Rasul dan Nabi-Nya Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau berkata : “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an ini sebagai suatu yang tidak diacuhkan”.”. Yang demikian karena orang-orang musyrikin dahulu tidak mau mendengar Al-Qur`an dan tidak mau memperhatikannya, sebagaimana firman (Allah) Ta’ala :



وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْءَانِ وَالْغَوْا فِيهِ

“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur`an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya”.” (QS. Al-Fushilat : 26).

Maka mereka (orang kafir), jika dibacakan Al Qur`an pada mereka, mereka memperbanyak hiruk pikuk dan pembicaran yang lain supaya mereka tidak mendengarkan (Al Qur`an). Maka ini termasuk hijrahnya (tidak acuhnya) terhadap Al Qur`an dan tidak mau beriman dengannya.

Tidak membenarkannya adalah termasuk sikap meninggalkan/tak acuh terhadapnya.

Tidak mentadabburi dan tidak mempelajarinya adalah termasuk sikap tak acuh.

Meninggalkan pengamalan terhadapnya, pelaksanaan perintah-perintahnya, penjauhan terhadap larangannya adalah termasuk sikap tak acuh terhadapnya.

Berpaling darinya (Al Qur`an) kepada selainnya baik berupa sya’ir atau ucapan, lagu, permainan, perkataan atau cara-cara yang diambil dari selainnya adalah termasuk sikap tak acuh terhadapnya.

Maka kita meminta pada Allah Yang Maha Mulia, Sang Pemberi Karunia dan Yang Maha Kuasa atas apa-apa yang dikehendaki-Nya, agar melepaskan kita dari apa-apa yang dimurkai-Nya dan menjadikan kita beramal pada apa-apa yang diridhoi-Nya, seperti menghafal kitab-Nya dan memahaminya serta mengamalkan segala konsekwensinya (tuntutannya) sepanjang malam dan siang, sesuai dengan apa yang dicintai-Nya dan diridhoi-Nya sesungguhnya Dialah yang Maha Mulia dan Maha Pemberi". (Tafsir Ibnu Kastir 3/217). Amman 28/6/1415 H.



Dan sebelum ini pada (tulisan) berjudul “Al-Ghina` Ash-shufiy dan Anasyid Islamiyah”, Syaikh telah menyebutkan muqaddimah yang bagus bahwasanya tidak ada yang diibadahi kecuali Allah saja dan tidaklah Allah diibadahi (disembah) kecuali dengan apa-apa yang disyariatkan-Nya dan ini adalah konsekwensi dari kecintaan yang dengannya seorang hamba akan mandapatkan (merasakan) manisnya Iman.



Kemudian beliau berkata : “Jika sudah diketahui ini maka saya menganggap wajib bagi saya, bertolak dari sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam :



اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama adalah nasihat”.

Untuk mengingatkan orang-orang yang terfitnah dari kalangan saudara-saudara kami kaum muslimin, siapa dan bagaimanapun mereka, (yang terfitnah,-pent.) dengan nyanyian sufi atau apa yang mereka namakan dengan nasyid-nasyid Islamiyah, agar mereka dapat mendengarkan dan menyimak yang berikut ini :



· Bahwasanya nasyid (ghina`) tersebut adalah suatu yang diada-adakan tidak pernah di kenal pada masa-masa yang disaksikan (diakui) kebaikannya.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Bid’ah lebih disukai oleh iblis daripada maksiat, oleh karena itu orang-orang yang menghadiri permainan atau sesuatu yang melalaikan dia (sendiri) tidak menganggapnya (perbuatannya tersebut) sebagai amalan salehnya dan tidak mengharapnya pahala dengannya. Akan tetapi barang siapa yang melakukannya dengan dasar (keyakinan,-red.) bahwasanya itu adalah suatu jalan (untuk bertaqarrub,-pent.) kepada Allah, maka dia akan menjadikannya sebagai agama. Jika dilarang darinya, maka dia akan seperti orang yang dilarang dari agamanya dan memandang bahwa sungguh dia telah terputus (hubungannya,-pent) dari Allah, dan telah diharamkan bagiannya (pahala) dari Allah Ta’ala jika dia tinggalkan.

Maka mereka-mereka ini adalah orang-orang yang sesat dengan kesepakatan ulama kaum muslimin. Dan tidak ada seorangpun dari para A`immah (Imam-Imam) kaum muslimin yang mengatakan bahwa menjadikan hal ini (nasyid-nasyid Islam atau nasyid sufiah) sebagai agama, jalan bertaqarrub kepada Allah adalah suatu mubah (boleh). Bahkan (yang sebenarnya adalah bahwa,-red.) barang siapa yang menjadikan hal ini sebagai agama dan jalan menuju kepada Allah Ta’ala maka dia adalah orang yang sesat dan menyesatkan, orang yang menyelisihi kesepakatan (ijma’) kaum muslimin.

Dan barang siapa yang melihat kepada yang nampak dari suatu amalan lalu membicarakannya (mengomentarinya) dan tidak melihat pada perbuatan pelaku serta niatnya, maka dia adalah orang jahil ……..agama tanpa ilmu”. (Majmu’ Al-Fatawa : 11/621-623).

· Tidak boleh bertaqarrub kepada Allah dengan apa-apa yang tidak disyariatkan-Nya walaupun asal amalan tersebut disyariatkan, seperti adzan untuk shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Ini adalah pada yang asal amalannya disyari’atkan, maka bagaimana pula dengan apa-apa yang diharamkan serta apa-apa yang ada padanya ada penyerupaan terhadap orang-orang Nashara yang Allah berfirman tentang mereka :



الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا
“Orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurauan”. (QS. Al-A’raf : 51).

Dan tentang orang-orang musyrikin Allah berfirman :



وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً
“Dan tidaklah sembahan mereka di sekitar Baitullah itu kecuali hanyalah siulan dan tepuk tangan”. (QS. Al-Anfal : 35)

Al-Muka` adalah (berarti) siulan, adapun Tashdiyah berarti tepuk tangan.
Al-Imam Asy-Syafi’iy berkata : “Saya telah tinggalkan di Iraq, sesuatu yang disebut dengan “at-taghbir” yang dibuat-buat oleh Az-Zanadiqah (orang-orang munafik), yang dengannya mereka menghalangi manusia dari Al-Qur`an”.

Imam Ahmad ditanya tentangnya (at-taghbir), maka beliau menjawab : “(Itu adalah) bid’ah”. Dalam satu riwayat beliau (Imam Ahmad) mengingkarinya dan melarang penggunaannya dan beliau berkata : “Jika engkau melihat seseorang dari mereka pada suatu jalan, maka ambilah jalan yang lain”. Diriwayatkan juga oleh Al-Khallal. Adapun tambahan (riwayat terakhir) dari (kitab) Mas`alatus Sama’ karya Ibnul Qoyyim hal. 124.

At-Taghbir : syair yang mengajak untuk zuhud terhadap dunia, dilagukan oleh seorang penyanyi, maka sebahagian yang hadir dan memukul hamparan dari kulit dan bantal mengikuti irama lagunya; hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dan selainnya.

Berkata Ibnu Taimiyah dalam Al-Majmu’ (11/570) :

“Apa yang disebutkan oleh Asy-Syafi’iy bahwa “At-taghbir” tersebut merupakan buatan orang-orang az-zanadiqah (munafiq) maka itu merupakan perkataan seorang Imam yang khabir (ahli lagi berpengalaman) terhadap pokok-pokok agama. Maka sesungguhnya as-sama’ ini pada dasarnya tidak pernah dianjurkan dan didakwahkan kecuali oleh orang yang tertuding (dicurigai) sebagai orang-orang zindiq (munafiq) seperti Ibnu Ar-Rawandy, Al-Faraby, Ibnu Sina dan semisalnya, sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Abdirahman As-Sulamy dalam “Mas`alatis Sama”.”

Dan Syaikhul Islam juga berkata :

“Dan telah diketahui dengan pasti dan jelas dalam agama Islam bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mensyariatkan bagi umatnya yang shaleh dan ahli ibadah dan orang-orang yang zuhud untuk berkumpul guna mendengarkan bait-bait yang dilagukan dan diiringi tepuk tangan atau tabuhan gendang atau duf, sebagaimana halnya Rasulullah tidak membolehkan pada seorangpun untuk keluar dari mutaba’ah (pengikutan) kepada beliau dan mengikuti apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an dan hikmah (Hadits Rasulullah,-pent.), baik itu perkara yang bathin (yang tidak nampak) maupun yang nampak, baik bagi orang yang awam maupun orang khusus (tidak boleh sama sekali untuk keluar dari mengikuti Rasulullah,-pent.)”.

Kemudian (Syaikhul Islam) berkata :

“Dan barang siapa yang memiliki khibrah (pengetahuan yang dalam) terhadap hakekat-hakekat agama dan keadaan-keadaan hati, pengenalan-pengenalan, perasaan-perasaan dan kecintannya, maka dia akan tahu bahwa mendengarkan siulan dan tepuk tangan tidak akan memberikan manfaat maupun kebaikan bagi hati melainkan bahwa di balik itu terkandung mudharat/bahaya dan kerusakan yang lebih besar…..”. (Majmu’ Al-Fatawa 11/537-576).”

Dinukil dari kitab Al-Qaul Al-Mufid fii Hukmil Anasyid karya ‘Ishom ‘Abdul Mun’im Al-Murry.

dialih bahasakan oleh: Tim redaksi Majalah An-nashihah

http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Fatwa&article=38

sumber : http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=979